Minggu, 10 April 2016

River Tubing di Batu Mentas

Halo, selamat siang! Aku kembali lagi dengan cerita yang paling baru. Hari sabtu kemarin aku bersama teman-teman main ke Wisata Alam Batu Mentas. Kami berenam, aku, Iqbal, Mas Enggar, Eki, Yudhis, dan Pipit, main river tubing di sungai. Ini adalah pengalaman yang baru bagi aku. 

Awalnya itu KPPN mengadakan sosialisasi dan mengundang satker-satker. Maka dari itu kita bertemu Iqbal dan Irfan. Iqbal mengajak kami main ke Batu Mentas hari sabtu. “Main tubing yok ntar sabtu,” begitu ajakannya. Oke, kami langsung mengiyakan ajakannya itu. Secara kami sudah lama ga main bareng mereka karena mereka sangat sibuk dengan rutinitas SPT tahunan mereka.

Singkat cerita, berangkatlah kami ke tempat wisata tersebut. Sesampainya kami disana, kami disuruh membayar tiket masuk sebesar 10.000 rupiah. “Wah masih sama nih harganya kayak di internet,”  pikirku. Tapi ternyata itu hanya tiket masuk. Lain ceritanya apabila kami mau river tubing. Kami harus membayar 50.000 rupiah untuk menyewa ban. Sebelumnya kami sudah tahu, keamanan kami sangat minim. Kami hanya diberi ban untuk bergerak di arus sungai. Tidak ada pengaman yang lainnya. Tapi yaaa, bakal sebahaya apa sih sungai itu, pikirku saat itu.

Mulailah perjalanan kami. Kami harus hiking dulu selama kurang lebih 20 menit. Cukup sulit, mengingat aku hanya memakai sandal crocs kebanggaanku itu. Seharusnya kami semua memakai sepatu agak kaki kami aman dari duri dan licinnya tanah lereng bukit. Tapi hal itu tidak menghentikan kami. (Walaupun agak tersendat karena crocs ku sering lepas -.-“ )

Setelah mendaki bukit, sampailah kami di tempat tubing. Dengan ban masing-masing yang kami bawa sendiri, kami mulai mengarungi sungai.

Tepat di depan matamu
Ada sungai mengalir
Luas, sebuah sungai yang besar
Walaupun gelap dan dalam
Walaupun arusnya deras
Tidak perlu ketakutan
Walaupun kau terpisah
Ya, tepian pasti ada
Lebih percayalah pada dirimu~~

Sepertinya lagu JKT48 yang berjudul River ini pas banget dijadikan backsound petualangan kami kali ini. Awal perjalanan, sungainya tenang. Lalu pemandu kami mulai memperingati kami. Di depan sudah mulai deras arusnya. Satu persatu kami ikuti arus tersebut. Ternyata banyak korban yang jatuh bergelimpangan di level 1 ini. Yudhis bersalto di arus. Katanya kepalanya terkena batu. Tapi aku sendiri ga tau karena aku sendiri juga jatuh. Lebih menyedihkan lagi, jam tangannya hilang terseret arus. Duh, mahal padahal jam tangannya itu. Sayang sekali, sudah dicari-cari pun ga ketemu jam tangannya itu.

Akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan kami menantang arus. Tantangan kedua kami itu, kami diharuskan untuk melompat dari ketinggian kurang lebih 2 meter. Oke ini menakutkan. Situasinya mendukung lagi untuk melakukan lompatan. Hujan yang awalnya rintik-rintik berubah menjadi hujan deras. Such a perfect yet scary weather to go tubing! Di kolam renang saja aku ga pernah lompat, apalagi ini di sungai penuh dengan batu-batu coba. Eki mencoba untuk lompat pertama kali. Okeh, kelihatannya sih ga terlalu serem. Makanya aku memberanikan diri untuk lompat juga. Tiba-tiba aja aku merasa menjadi salah satu agent di Running Man. Aku jadi tahu bagaimana perasaan Yoo Jae Suk saat disuruh terjun di kolam renang. Semakin lama berada di ujung lompatan, perasaan takut bukannya berkurang malah bertambah. Sepertinya aku menghabiskan waktu 15 menit lebih berdiri disitu sebelum akhirnya aku memasrahkan diri pada takdir-Nya. Ternyata, asik banget lhoo lompat ke air itu! Jadi pengen nyoba lagi di kolam renang hahahha

Setelah aku, Pipit mencoba untuk lompat. Tapi lama banget ancang-ancangnya. Mungkin ada kali ya 30 menit bolak balik bertanya, “ada jalan lain untuk turun gaaa?” Dan berkali-kali kami pun menjawab, “Ayo turun ajaaaa.. Asik lhooo!”

Akhirnya Pipit pun terjun bersama Mas Enggar. Udah takut aja sih, ntar gimana kalau cuma salah satu yang lompat tapi satunya lagi tetep di atas. Untungnya pikiranku itu tidak terjadi. Dua-duanya selamat melompat. Yang terakhir itu Iqbal. Bah, dia juga lama kali mikirnya sebelum akhirnya lompat. Kata pemandunya saja, sepertinya kelompok kami ini adalah kelompok yang paling lama menyelesaikan tantangan lompatan ini hahaha.

Setelah tantangan lompatan tadi, kami melewati arus-arus sungai deras yang selanjutnya. Sampailah kami pada arus yang terakhir. Arus ini lebih deras daripada sebelumnya, walaupun begitu, mau tidak mau kami harus tetap melewatinya karena tidak ada jalan lain lagi untuk turun.

Aku adalah yang pertama melewati arus itu karena aku merasa semakin jago dalam menantang arus. Awalnya aku pikir berhasil tapi ternyata aku kehilangan keseimbangan. Sebenarnya aku bisa saja membenarkan posisi dudukku, tapi tiba-tiba Iqbal meluncur ke arahku. Aku ga bisa berbuat apa-apa lagi. Kami berdua pun terbawa arus. Dan sepertinya aku menarik kaki Iqbal makanya kami berdua terguling-guling di sungai. Salto di bawah sungai, minum air, lecet karena kerikil pun kami rasakan. Untungnya kebawa arus sungai, bukan arus samudra. Airnya pun air tawar, bukan air asin. Menderita banget kalau aku sampai minum air asin laut.

“Walaupun gelap dan dalam, walaupun arusnya deras~~~ “

Salto di bawah air itu begitulah rasanya. Gelap, matapun ga bisa terbuka. Hidung kemasukan air, mulut juga kemasukan lebih banyak air. Rasanya seperti ga bisa keluar dari air itu. Benar-benar pengalaman yang ga terlupakan.  ;)

Before (atas) dan after (bawah)

Sayang sekali kami ga ada yang punya kamera underwater jadi kami ga bisa mengabadikan momen melewati genangan sungai datar di tengah-tengah hutan amazon. Foto-foto di atas cuma momen sebelum dan setelah river tubing. Semoga aja lain kali kami kembali lagi kesini dengan membawa pasukan yang lebih banyak hehehe.

Pengalaman kami di Batu Mentas benar-benar menarik dan memiliki filosofi yang mendalam. Hal-hal yang terpintas dalam benakku kali ini adalah.. Bagaimana cara kita mengatasi ketakutan kita dalam menapaki hidup yang penuh dengan arus, apakah kita hanya akan terbawa arus atau bisa mempertahankan posisi kita. Apakah kita masih tetap tergelincir walaupun sudah bersusah payah memperbaiki keseimbangan dalam hidup. Apakah kita masih terus takut menghadapi lompatan masalah yang pasti akan ada dalam lika liku perjalanan hidup, padahal apabila telah dijalani, ternyata masalah itu bukan masalah yang besar.

Pertanyaan sekaligus pernyataan ini menyatakan bahwa hidup kita pasti penuh dengan tantangan dan masalah. Semuanya kembali lagi pada kita, apakah kita akan terus takut menghadapi masalah atau maju melawan masalah tersebut.

It was all depend on you, your mind, and your heart. They have to be one. So, believe in yourself that you can conquer the world, no matter who you are. Even the tiniest pebble could rock the lake.


Jadi, ini Hari Sabtuku, bagaimana dengan kalian? :)

Senin, 04 April 2016

Diklat Teknis Umum DJPB Part 2

Setengah hari kami dihabiskan dengan MFD (guling-guling, merayap, jalan jongkok, lari, etc). Tapi ya hanya itu, setengah hari saja kami melakukan MFD. Pikirku, kok begini doang ya DTU? Padahal saya kira kami akan diperlakukan lebih parah lagi daripada prajab. “Ini mah dtu bahagia,” sahut warga WDW. Yah karena kami sudah pernah menerima yang jauh lebih keras daripada ini (Wisma Pembina sama LPMP mah lewat, apalagi BDK Cimahi!)

Setelah istirahat siang, kami melakukan pemilihan Senat dan Wakil Senat. Saya sama sekali tidak ingin menjadi senat. Memiliki tugas sebagai senat itu tidak ada enaknya sama sekali. Apabila anak buahnya ada salah, senat juga terkena hukumannya. Entah itu disuruh guling, lari, lompat-lompat, apapun itu. Namun apa daya, sepertinya pelatih doyan sekali mengerjaiku. Saya disuruh berdiri di depan dan mencalonkan diri menjadi Wakil Senat. Semua siswi ditanya oleh Pelatih Soriton, apakah mereka siap dipimpin oleh saya. Semuanya berkata siap. Padahal saya sudah mengirimkan sinyal memohon mereka untuk tidak memilihku. Tapi mereka juga tidak bisa berkata tidak pada pelatih. Jadi yaa mereka juga terpaksa berkata iya. Namun sepertinya keberuntungan memihak kepadaku. Pemilihan ulang pun diadakan. Ada 3 calon wakil senat putri saat itu. Nesty, saya, dan satu lagi anak S1 yang saya lupa namanya. “Jangan pilih aku.. jangan.. please..” saya memohon pada mereka. Untungnya mereka mengabulkan permohonanku. Saya sama sekali tidak dipilih. AHA! Senangnya.. :D Tapi Pelatih Soriton ternyata tetap memilihku untuk menjadi Wanat 2. Malang nian nasibku.

Jadilah saya, Wakil Senat 2. Tapi ada untungnya sih, saya jadi lebih dikenal di angkatan perben kali ini. Hehehehe =3

Menjadi petugas piket sehari plus Wanat 2 sungguh di luar dugaan. Membagi-bagikan makanan kepada seluruh anak, memimpin dalam membaca doa sebelum makan, memimpin dalam apel, semua itu saya lakukan dari pagi, siang, sore, malam, hingga esok paginya kembali. Akhirnya saya bebas tugas dari piket.

Hari-hari kami ke depannya monoton. Apel pagi, MFD sekedarnya (tapi masih banyak yang muntah sih, bukan lulusan WDW sih hahaha), latihan berbaris, latihan masuk ruangan atasan (which we won’t ever do that in reality!), menyanyikan yel-yel, latihan mengibarkan bendera, pembacaan UUD 1945, tidur siang (yes, benar sekali, kami disuruh tidur siang di lapangan, di bawah rindangnya pohon, berasa anak TK), apel sore, makan malam, tidur, gantian jaga malam per jam nya, senam pagi, dan seterusnya. Begitulah rutinitas DTU kami.  Inilah yang kami sebut DTU bahagia.

Pengalaman kami saat DTU ada juga yang menarik sih. Kita ada jurit malam! Asik banget lho. Kita disuruh melintasi hutan yang di dalamnya tentu saja dipenuhi dengan jebakan-jebakan. Untung saja saya tidak diberi penglihatan berlebih oleh Allah swt untuk melihat “sesuatu”, karena saya yakin di hutan seperti itu pasti ada “sesuatu”. Kami diberi sandi pada awal perjalanan, kami tidak boleh memberitahu sandi tersebut pada siapapun, jadi saat pelatih-pelatih bertanya pada kami di setiap pos, kami pura-pura amnesia dan tidak tahu apapun.

Setan-setanan pun dibuat oleh pelatih. Ada kuntilanak (tiba-tiba jatuh tergantung dari pohon, saya tidak berani melihat), pocong-pocongan yang jatuh bergelimpungan di bukit di depan kami yang entah mengapa jadi pemandangan yang lucu sekali (bunyi gedebog pisang santer terdengar), pelatih yang tiba-tiba muncul mengagetkan kami (ini bikin kaget sih), hingga akhirnya kami melewati gubuk, dan sampailah pada pos yang terakhir. Sudah itu saja pengalaman jurit malam kami. Tidak terlalu menakutkan sih, tapi lumayan lah. Hahaha

Alhamdulillah kami lulus ujian jurit malam semalam. Ternyata banyak kelompok yang memberitahukan sandi tersebut kepada pelatih. Entah mengapa pula mereka dengan polosnya membeberkan sandi tersebut. Hukumannya, mereka yang atribut DTU nya tidak lengkap karena diambil paksa oleh pelatih semalam, harus merayap bolak balik, entah berapa kali. Mungkin saya tidak sanggup melakukannya. Untung saja kami tidak terkena hukuman tersebut.. hihihi

Sorenya, pegawai setditjen muncul saat apel sore. Jeleger!! Pegawai tersebut memberitahu kami bahwa hari Senin kami diharuskan berkumpul di Gadog kembali untuk pengarahan lebih lanjut. Perasaanya sama seperti yang saya tulis di postingan lalu. Padahal malamnya kami akan melaksanakan malam inagurasi. Sedikit sekali yang tersenyum malam itu. Kami berkumpul mengelilingi api unggun besar. Kami merenung bersama. Semua tahu sebentar lagi pengumuman penempatan. Kami dihibur dengan stand up comedy dari Raihan. Lalu berlanjut dengan nyanyian Christoffel.

Tahuna, Makale, Tobelo, Atambua..
Tahuna, Makale, Tobelo, Atambua..
Tahuna, Makale, Tobelo, Atambua..
Tahuna, Makale, Tobelo, Atambua..
Watampone~
Barabay~
Watampone, Muko-Muko, Wamena! ~~
Serui~~ wamena, wamena, wamena
Serui~~ wamena, wamena, wamena

Bagi kalian yang tidak mengerti arti lirik di atas, itu adalah nama-nama daerah tempat KPPN terpencil berada. Bagi temen-temen yang mendapat salah satu dari KPPN tersebut, niscaya akan selalu dikenang dalam hati (kepala menunduk haru).

Korps OJT KPPN Cirebon

Well, tibalah saat perpisahan dari DTU kami. Alhamdulillah banget ada salah satu anak yang membawa Go Pro, jadi kita bisa foto-foto bersama pasca DTU. Nice banget. DTU tuh tidak penting sebenarnya, tapi acara kumpul-kumpul seangkatannya itu yang kita ingat selamanya.

Sampai jumpa lagi pada pertemuan seangkatan berikutnya. Semoga saja tidak ada DTU lagi.. hahaha


Aamiin :3

Diklat Teknis Umum DJPB Part 1

Hari ini tanggal 4 April 2016, sudah 6 bulan lebih sejak kita melaksanakan Diklat Teknis Umum (DTU). Entah mengapa, tiba-tiba saja saya ingin menulis tentang pengalaman saya saat DTU.
Saya bersama teman-teman OJT KPPN Cirebon di kereta

di APTB ~ dari kiri ke kanan ~ Aji, Arip, Oji, Dicky, aku


DTU kami dimulai dari tanggal 13 September hingga 19 September 2015. Saya berangkat dari Cirebon ke Jakarta bersama rekan-rekan OJT KPPN Cirebon. Kami berenam berangkat tanggal 12 September sore karena kami harus registrasi pagi hari di Gadog, Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan kita tercinta. (Lain kali saya juga ingin bercerita tentang DTSD {Diklat Teknis Substansi Dasar} kami disini)

Pukul 06.00 pagi kami sudah siap-siap untuk berangkat menuju Terminal Senen. Kami menaiki bus APTB jurusan Bogor. Sebenernya bisa juga sih menggunakan KRL, tapi jarak antara stasiun bogor hingga Gadog jaraknya cukup jauh jadi kami memilih untuk menggunakan APTB saja dengan jarak yang lumayan dekat (hanya 1 kali angkot, harus 3 kali angkot apabila naik KRL) walaupun harganya lebih mahal (KRL 5 ribu, APTB 16 ribu).

Sampai di Gadog, kami harus menunggu antrian untuk bisa registrasi. Sebenarnya grup OJT Jawa Barat dijadwalkan registrasi pada pagi hari pukul 10.00 setelah grup OJT Jakarta, namun entah mengapa lama sekali mereka selesainya. Akhirnya kami baru bisa diberangkatkan dari Gadog menuju lokasi DTU kami di Ciampea, Bogor pukul 18.30 ba’da magrib. Kami naik truk TNI untuk sampai ke Ciampea. Sayang sekali kami tidak boleh membawa hp, jadi kami tidak bisa mengabadikan momen saat kami menaiki truk tni ini. Tapi memori saat itu, masih lekat tertanam dalam ingatanku. Truk itu tinggi banget. Saya sampai harus meminta bantuan pada Jacson untuk menarikku ke atas truk tersebut. Untungnya saya tidak jatuh haha. DTU memang diciptakan bukan untuk seseorang yang penakut hihihi

Singkat cerita, kira-kira pukul 7 malam kami baru sampai Ciampea. Ternyata benar kata Arip, sebaiknya jangan pake jeans ke Ciampea ini, karena dari tempat kita di drop oleh truk tni, jarak menuju perkemahannya cukup jauh. Dan kami mau tidak mau harus membawa sendiri barang-barang kami. Saya berjalan sendiri ke tempat kemah tersebut. Di tengah perjalanan, namaku dipanggil oleh pelatih.

“Eh amel, ketemu lagi kita!”

Deg, jantungku mau copot saja mendengar namaku disebut. Suaranya itu mirip sekali dengan pelatih yang tidak saya sukai saat prajab (tidak ada yang menyenangkan saat prajab, jadi saya tidak akan menceritakannya L). Saya tidak menggubris sapaan tersebut, selain muka pelatih tersebut tidak terlihat karena saat itu gelap sekali dan hanya pelatih yang membawa senter untuk menyoroti muka kami masing-masing, saya sebisa mungkin menghindari pelatih tersebut. Saya sudah membayangkan saja, nasib saya seminggu ke depan pasti tidak menyenangkan L

Kami dibagi menjadi 13 tenda. Saya berada di tenda 11. Saya fikir, kami akan tidur di tanah seperti saat camping SMP dan SMA, namun ternyata ada velbed (kasur tentara). Untung saja dulu saya tidak jadi membeli sleeping bag, tidak berguna untuk dipakai disini.

Setelah kami semua menaruh tas dan barang-barang kami, kami berkumpul di lapangan besar. Saya mengobrol seperti biasa bersama teman-teman kami. Tiba-tiba saya dibentak dari belakang, “Eh amel! Jangan berisik!” Sontak saya langsung menjawab, “Siap pelatih!” Teman-teman saya juga bingung, mengapa saya sudah dikenal pelatih. Yah, itu semua bermula saat prajab. Kami berdelapan, Bobby, Ale, Dicky, Ario, Adit, Hafidz, Avi, dan saya, Prajab Wisma Duta Wiyata (WDW) Angkatan 5 Instansi DJPB, selalu terkena semprotan oleh pelatih saat prajab. Bobby dan Dicky disuruh membawa gabus besar berbentuk hp karena mereka ketahuan pelatih telponan saat di kamar, Ale disuruh memakai topi dari semangka karena saat ditanya suka makan buah apa dia jawabnya semangka, Adit yang terlihat lucu di hadapan pelatih jadi selalu digodain, Hafidz yang didandani seperti banci jalanan karena mengatakan tidak sanggup lagi melakukan posisi push up dengan satu tangan dan satu kaki diangkat, Avi yang disuruh jalan mundur karena mengeluarkan unek-unek saat kelasnya disuruh jalan mundur, dan Ario. Hmm dia mah cuma dijitak saja oleh pelatih, bukan masalah besar. Dan aku yang terakhir. Yang paling parah diantara semuanya.

Awal mulanya itu karena sepatu saya disembunyikan oleh salah satu pelatih. Lupa namanya siapa (lebih tepatnya tidak mau diingat-ingat lagi). Saya marah sama pelatih tersebut. Sontak saya menangis. Mungkin mental saya kurang kuat dan juga karena banyak hal-hal yang kurang bagus untuk dibicarakan disini. They did something to me that I will never forgive.

Wow, mengapa jadi membicarakan prajab yak.. hmmm.. Okeh, kembali lagi pada DTU. Pada pagi harinya kami disuruh bangun pukul 4 pagi untuk melakukan senam pagi. Benar-benar tidak berperikemanusiaan dan perikeadilan. Mata belum terbuka dengan sempurna, kami dipaksa menggerakan badan. Loncat-loncat ayo semangat 1 hingga 10 (kalau sudah pernah prajab pasti tahu gerakan ini bagaimana).

Setelah itu kami solat subuh dan pukul 6 pagi kami berkumpul lagi di lapangan untuk melaksanakan makan pagi. Petugas piket saat itu adalah Adit. Pasti pelatih Soriton yang memilih. Secara, prajab angkatan 5 kami baru saja selesai. Seperti masih fresh dalam ingatan pelatih-pelatih siapa saja kami.

Tiba-tiba nama saya dipanggil oleh pelatih Soriton. DUH! Dengan langkah gontai, saya berjalan ke depan lapangan. Saya ditanya oleh pelatih, apa yang berbeda dari Adit. Saya berfikir, apa yak. Saya tidak menemukan perbedaan Adit. Lalu pelatih memanggil Ale untuk maju ke depan. (Tuh kan! Angkatan 5 lagi!) Ale ditanya dengan pertanyaan yang sama. Tapi dia juga tidak bisa menebak apa perbedaannya. Akhirnya kepala kami berdua kena jitakannya pelatih Soriton. (Dosa apa hambamu ini Ya Allah, baru saja semalam disini sudah dibeginiin…) Akhirnya pelatih memberi tahu bahwa Adit sudah tidak berkumis lagi saat ini. OH EM JI! Mana perhatiin kan!


Singkat cerita insiden pagi itu pun berlalu. Kami bersiap-siap ke lapangan besar yang lain untuk melewati hari-hari DTU. Pagi hari itu dilaksanakan apel pagi. Di setiap apel pagi, dilaksanakan acara pertukaran posisi petugas piket. Tiba-tiba Adit memanggil nama saya! Mau nangis rasanya. Sempat froze sebentar, tapi kemudian saya langsung berlari menuju Adit. “Oh Tuhan mengapa harus aku?!” Saya akhirnya sampai di depan Adit. Adit meringis hampir tertawa melihat saya sedih, campur bingung, pokoknya campur aduk! Mungkin karena dia juga senang bebannya sebagai piket sudah terangkat. Yah sudahlah, nasib juga yang menghantarkanku pada tugas ini. Dibentak-bentak, dimarahi, dan dicaci, semua hal itu sudah kuperkirakan akan terjadi sebentar lagi. Ah, memang sudah takdir.

berlanjut ke part 2 ya.. hihihi

Kamis, 31 Maret 2016

Interstellar: The Loneliest Journey in The World

Milky Way
Sejak kecil saya selalu kagum dengan langit dan benda-benda di angkasa. Bahkan saya pernah ingin menjadi astronot dan bekerja di NASA(salah satu dari seribu cita-cita saya saat kecil dulu). Saya selalu ingin tahu tentang rahasia langit. There’s something about sky that excites me.

Suatu hal yang wajar apabila kita ingin mengetahui  segala hal tentang misteri dunia. Teori-teori mengenai alam semesta ini sudah banyak. Teori tentang alam semesta sangatlah banyak, contohnya seperti teori big bang, teori relativitas Einstein, teori black hole Stephen Hawking, bahkan ada pula teori tentang Isra’ Mi’raj Rasulullah saw.

Saya pernah berbincang-bincang dengan teman-teman pajak. Kala itu, kami sedang jalan-jalan malam di Pantai Tanjung Pendam. Kami duduk di pinggir pantai. Deburan ombak, bentangan jutaan bintang di langit, serta desiran angin yang menusuk tulang, menjadi pelengkap kebersamaan kami saat itu. Entah bagaimana ceritanya, kami tiba-tiba saja terlibat dalam perbincangan yang serius mengenai alam semesta dan fenomena lainnya.

Kami membicarakan tentang teori mimpi, yaitu tentang lucid dream (mimpi sadar). Kebetulan saya pernah mengalami kejadian yang sesuai dengan paparan Lucid tersebut. Mimpi sadar (Inggris: Lucid dream) adalah sebuah mimpi ketika seseorang sadar bahwa ia sedang bermimpi. Istilah ini dicetuskan oleh psikiater dan penulis berkebangsaan Belanda, Frederik (Willem) van Eeden (1860–1932). Ketika mimpi sadar, si pemimpi mampu berpartisipasi secara aktif dan mengubah pengalaman imajinasi dalam dunia mimpinya. Mimpi sadar dapat terlihat nyata dan jelas.

Saat itu saya lagi PKL di Dirjen Perimbangan Keuangan, Jakarta Pusat. Saat istirahat siang, saya tidur di mushola. Ruangannya kira-kira berukuran 3 x 3 m. Entah mulai kapan saya tertidur, tiba-tiba saya mendapati diri saya lari kencang mengelilingi mushola tersebut. Saya tidak bisa berhenti. Saat saya berlari, saya melihat saya sendiri sedang tidur. “I watched myself sleeping,” seperti yang dikutip dari film Insidious. Walaupun Insidious adalah film tahun 2010, jujur saya belum melihatnya. Saya baru melihatnya pada tahun 2013 akhir. Saat itu saya langsung berfikir, apakah saya memiliki kemampuan astral project?

Astral Projection Travel adalah suatu keadaan di mana jiwa kita melakukan perjalanan sendiri ke tempat lain, terpisah dari tubuh kita. Tapi ini bukan suatu mimpi, karena jika ditilik, jiwa kita benar-benar berada di tempat lain tersebut, dan bisa melakukan suatu aktivitas di sana.

Saya masih tidak tahu, apakah saya mengalami lucid dream atau astral projection, karena saya tidak yakin yang saya alami itu hanya mimpi atau kenyataan terjadi. Namun, perbincangan kami sampai pada titik dimana teman kami, Mas Enggar, menceritakan suatu teori tentang astral.

“Bagaimana kalau perjalanan Nabi Muhammad saw itu hanyalah astral projection?”

Jujur, saya merinding dan mau nangis setelah mendengar teori tersebut. Siapa yang berani mengutarakan teori tersebut? Kita boleh mengupas tuntas tentang pengetahuan alam, tapi jangan sampai mempertanyakan kebenaran Allah swt.

Siapa yang tidak kenal dengan Stephen Hawking? Dia adalah seorang ahli fisika teoretis. Dalam bukunya yang berjudul The Grand Design, dia menyebutkan bahwa alam semesta ini dibentuk oleh sendirinya, bukan oleh Sang Pencipta yang selama ini kita yakini. Saya takut, di kemudian hari, banyak orang yang menjadi seperti Stephen Hawking, pintar namun tidak mengindahkan agama. Saya bukan tidak menyukai dia secara pribadi, namun saya tidak menyukai teori-teorinya. Teori hanyalah pikiran manusia. Manusia adalah mahluk yang terbatas akal dan pikirannya.

Dewasa ini, kita disuguhkan oleh film sci-fi yang mengedepankan cerita mengenai antariksa. Apabila kita perhatikan, imajinasi liar para screenwriter ini secara tidak sadar menanamkan pola pikir bahwa alien dan kehidupan di luar angkasa itu benar adanya. Bahkan peneliti di NASA selalu mencari kehidupan seperti bumi di planet lain. Mereka berfikir, karena ada jutaan galaksi di langit sana, kemungkinan adanya kehidupan menyerupai bumi sangat besar. Namun hingga saat ini, tanda-tanda kehidupan di luar bumi masih belum ditemukan. 

Galaksi Andromeda
M33
NGC-4414
Galaksi-galaksi di atas adalah beberapa dari jutaan galaksi yang ada di alam ini. Setiap galaksi memiliki poros yang bersinar di tengah-tengahnya. Itulah yang dinamakan black hole.

Saya baru saja menonton film Interstellar. Film besutan Christopher Nolan ini dibuat berdasarkan karya seorang fisikawan, Prof Kip Thorne. Film itu menceritakan tentang sekelompok ilmuwan yang melakukan perjalanan ke luar angkasa demi mencari planet yang baru karena bumi sudah tidak bisa ditinggali. Bumi sudah hancur dikarenakan badai pasir. Badai pasir ini memang benar-benar terjadi di Texas pada tahun 1936. Pantas saja film The Wizard of Oz memperlihatkan tempat tinggal Dorothy yang gelap dan berdebu. Bahkan langitnya pun kuning. Saya baru tahu kejadian ini benar-benar ada waktu dulu.

Pada film Interstellar ini pula diceritakan tentang Teori Relativitas Waktu yang dicanangkan oleh Einstein. Kelompok tersebut pergi ke wormhole yang telah ditempatkan dekat cincin Saturnus oleh “mereka”. Mereka disini maksudnya adalah manusia yang telah hidup di dunia 5 dimensi. Mereka pula yang menempatkan pemeran utama dalam film ini, Cooper, ke dalam black hole yang ternyata sebuah ruang 3 dimensi di dalam ruang 5 dimensi yang bernama Tasseract. Teori, teori, dan teori. Sangat liar suatu teori itu memang. Kita semua belum pernah ada yang masuk ke black hole, jadi ilmuwan-ilmuwan tersebut membuat teori seperti itu.

Sekarang, semuanya dikembalikan kepada kita masing-masing. Apakah kita mau ikut-ikutan setuju dengan teori-teori tersebut, ataukah kita tetap percaya pada kebesaran Allah swt, Sang Pencipta. Wallahu a’lam bishawab. Saya tetap pada keyakinan saya, bahwa Allah swt adalah Sang Pencipta.

Rabu, 09 Maret 2016

The Amazing Total Solar Eclipse

Today was a memorable day for me. Once in a life time. Out of the odds, I’m in this place. A place where everyone from the earth has gathered to witness this phenomenon. Yes! Solar eclipse everyone! I have never seen eclipse in my whole life, so no matter what, I have to see that.

I just knew that there would be solar eclipse in Belitong in December. When I got here at the first time, I knew nothing at all that there would be this huge historic event. But alhamdulillah, I could be in here right now.

                                      

That was us, the day before solar eclipse phenomenon happened. From left to right, they were Pipit, me, Pak Wardi, Pak Zeki, Bu Ihda, Pak Yusron, and Mas Edwin. We prepared to see this historic event for a week. 

I saw it with my coworkers. Pak Zeki, our Head of State Treasury Office, said that there was a place where we could see the eclipse so clearly. It was at the field near the residence. I was a bit uncertain who to go with to see this solar eclipse at first. Because I wish I could see it with our friend from Tax Office. But they were not so clear too whether they wanted to see eclipse or not. So I decided to go along with my coworkers.

I woke up late in the morning. I woke up at 5.16 am while we got to move at 5.30 am. I was so lazy to get up hahaha. So I was in a hurry. At 6 am we dashed off to the residence. we were halfway to that place when I suddenly remember that I forgot to bring my solar glasses! I wanted to go back at first but Pipit said that we were already too late. I cursed myself at my stupidity. I have 2 solar glasses btw. But I didn’t bring any. Gosh, I was so forgetful.

Not long after, we arrived at the residence but Mba Lani said that the others have already left. So whether we want it or not, we had to go there alone. We didn’t know the way. Thank God there was someone who showed us where that field was. Not too far actually. There, I saw only Galuh and Pak Zeki that had already been there. I thought everyone had gone there, but eventually they had not. Thank God we were not too late. The eclipse had not even started yet either.

At 6.30 am we dashed off to mosque to do eclipse pray. The eclipse hadn’t started then. Or so what we thought. In fact, this eclipse had been started from 6.26 am. But we didn't know it. This is the first sighting of solar eclipse.

                                      


At 6.48 am we finished our prayer and we spared no other second. We went back to the field because the eclipse had already begun. I took this pic at 6.56 am through my solar glasses. Can you see that? Yes, it was nearly half eclipse. We missed a lot indeed. But it doesn't matter, we could see the rest of it later. So it didn't matter.

                          

I took these four pics to compare between picture that I took through glasses and no glasses. In my amazement, we couldn’t see the half eclipse through our bare eyes because the sun would totally look the same with the regular sun. Just a big yellow circle in the sky. I thought we could see half eclipse with bare eyes, but apparently we couldn’t. Evidently, I accidentally got this half eclipse picture on the ground. I don't know how I got it. Isn't it amazing? Haha

This pic is a look through the telescope. It was 7.12 am and it was just like crescent moon. So beautiful.

                                      

We just couldn’t stand not to take a pic in this historic event. We took as many pictures as possible. I took these pictures at 7.17 am. It was not total eclipse yet.

                                      

It was at 7.23 am when total solar eclipse finally appeared. Let me tell you how I felt at that time. It was dark, but not really pitch dark. We could see what it seemed to be twilight at the bottom. I could see corona dances around the sun just like a ring. I could see the star which seemed to be Venus. But I’m not so sure of it. But it was in the bottom right. What star could it be? Venus? Mars? I don't know hihihi. (Turns out it was Jupiter. I asked Galuh about it hahaha)

                         

I felt so chill. I saw fog behind trees. It was so scary yet majestic and mystic. My jaw dropped. I was trembling. I couldn’t stop frolicking. I was so amazed by it. It felt like I was in a different planet which the sun shone dark like this. I felt like I was in Mars where the sun shone dark blue. As a matter of fact, the land that we stepped on was red. So I kind of felt like I was really in Mars.

                          

But that majestic feeling soon disappeared. Soon, a little light appeared. From what it seemed to be only 1% of the sun, however it could shone us all so brightly.  It was not so long. They said that it was 2 minutes, but I felt it was only 30 seconds. But we got that family pictures. A bit blur. Yes, because we were so thrilled to see this phenomenon. I don’t know when or where the next eclipse would be seen but I totally satisfied with my experience today.

       

This phenomenon only last from 6.26 am to 8.33 am, 2 hours and 7 minutes. I took those 3 pictures after total solar eclipse finished. That was me beside that cool telescope. This telescope belongs to Galuh. She's a star lover, like me. But I just enjoy it. I don't take it very seriously. I give my applause to her for her dedication in astronomy. 

Do you see me squatting on the red lands? Yes, that surely looks a lot like land in Mars. Or so I imagine it.. :D

I love this land. It gives me so much lesson, joyful, and amazement. I was happy to get the first placement in Belitong, the land of Rainbow Troops. I love this mother of earth. Thank you Allah swt to let us see this amazing phenomenon. Thank you for your decision to let me serve my country in this beautiful island. Thank you. Thank you. Thank you. 

Rabu, 17 Februari 2016

Suatu Senja di Bumi Laskar Pelangi

Hari sabtu kemarin (13 Februari 2016) ba’da ashar, Iqbal mengirim WA ke aku. Isi WA-nya itu mengajak aku dan Pipit ke Pantai Tanjung Tinggi. Awalnya bingung, hampir mau menolak ajakan Iqbal karena Pipit lagi lembur kerja waktu itu. Tapi tiba-tiba Pipit langsung pulang dari kantor. Langsung lah aku buru-buru ganti baju dan siap-siap. Kata Iqbal, “Jangan dandan ya” Yaudah aku Cuma memakai kerudung langsung haha.. Akhirnya ke Tanjung Tinggi lagi, pikirku. Selalu menyenangkan memang jalan-jalan bersama mereka.

Pukul 16.15, jemputan kami datang. Mas Enggar, Mas Dede, dan Iqbal menjemput kami. Aku berfikir, sedikitan banget nih yang ke Tanjung Tinggi. Biasanya ramean sama Pak Itok, mba Irma, dll. Tapi yaudah gpp, toh bareng mereka juga asik banget kok. Eh ternyata di jalan kita menjemput Jansen dan Dika dulu. Dan ketika sudah sampai tempatnya, ternyata banyakan banget yang sudah duluan ke Tanjung Tinggi. Ada Mas Ikhwan dan istri, Mas Herman dan istri, Arif, Yoso, Soni, dan 1 lagi  anak S1 yang aku lupa namanya. Seru banget. Sensasi memanjat batu raksasa itu sesuatu banget. Takut jatuh, takut kayunya patah, pokoknya segala takut deh. Nih, ini foto-foto pas mau lagi memanjat batu.

                           

Iqbal dan Jansen baik banget. Mereka membantu aku untuk memanjat batu. Membantunya bagaimana? Entah darimana asalnya, tiba-tiba Jansen mengulurkan tongkat kayu. Jansen tau banget aku tidak boleh menyentuh lawan jenisku, jadi dia menarikku dengan menggunakan kayu. Sampai akhirnya aku bisa naik ke atas. Batu ini tinggi banget lho. Sebenernya ini kali keduaku memanjat batu tinggi ini, dulu pertama kali aku menemukan Pantai Kiri ini, tangganya masih belum ada dan sama sekali ga ada orang disitu. Tapi kemarin, tempat itu sudah diketahui banyak orang, jadi yaaa sudah ga eksklusif lagi. Foto sebelah kanan itu foto pertama kali aku kesini. Kelihatannya pendek kan batunya, tapi sebenernya tinggi banget lho!

                                       

Ini bukti ketinggian batu-batu di Tanjung Tinggi. Kalau hanya dari foto ga bakal terlihat tinggi, tapi kalau sudah merasakannya sendiri, ngeri bangeeeet!

Awalnya hanya aku, Pipit, Jansen, Iqbal, Mas Dede, dan Arif saja yang pergi mendaki batu-batu di pantai sebelah kiri, namun lama kelamaan semua orang juga ikutan memanjat batu tinggi ini. Bisa dibilang, pemandangan di Pantai Kiri Tanjung Tinggi ini lebih bagus daripada yang di tengah dan kanan. Menikmati senja di pantai memang pilihan yang pas sekali.


                            

Foto di atas, dari kiri ke kanan, Mas Dede, Iqbal, Arif, Pipit, aku, dan Jansen. Yes, Go Go Power Ranger! We are here to save Bumi Belitong from Evil Queen Rita! #MightyMorphinPowerRanger #LoveTommy #Love Kimberly #MasaKecilBahagia #SaveChildrenToday #EraKeemasan #TooManyHashtags

                                     

Properti yang dipakai di atas itu adalah buatan teman kami Yoso saat kami pertama kali merambah bagian kiri pantai. entah bagaimana bisa tongkat sakti ini masih ada. yah, walaupun nimbus 2000 ga ada, tongkat kayu ini bisa lah diimajinasikan sebagai sapu terbang jaman sekarang.. haha

Saat mentari mulai tenggelam, barulah kami mengabadikannya lewat foto-foto cantik. Hasilnya pun cantik sekali. Untung ada Mas Herman yang mengerti DSLR. Akhirnya kami mendapatkan bukti bahwa kami menikmati masa muda kami di Bumi Belitong. Berasa menjadi pemuda-pemudi Laskar Pelangi.

                               

                               

Pertanyaannya saat ini, apakah aku menyesal penempatanku jauh dari rumah saat ini? Jawabanku, tidak. Tidak sama sekali. Aku sangat menikmati kehidupanku disini. Semuanya berawal disini. Belajar motor disini, memiliki motor sendiri, jalan-jalan di pantai, karaoke, semuanya asik disini.

Coba kalau penempatan pertamaku di Jakarta atau di Jawa, aku tidak akan menikmati indahnya Bumi Belitong ini. Tapi hanya 1 sih kekurangannya, kurang bioskop saja disini. Bagi penggemar film seperti aku, tidak ada bioskop ini sangat menyedihkan. Mau tidak mau harus menunggu berbulan-bulan dulu sehingga aku bisa menonton blue-ray. Tapi yaa gpp, hitung-hitung menghemat pengeluaranku juga kan.


Jadi, setiap pilihan Allah swt itu memang yang terbaik. Apa yang menurut kita terbaik, belum tentu menurut Allah swt yang terbaik. Terima kasih atas segala takdir yang Engkau berikan Ya Allah. Terima kasih telah menunjukkan belahan bumi yang lain untukku dan teman-temanku. Subhanallah.. Semoga saja aku bisa menikmati indahnya Bumi Inggris di lain kesempatan. Aamiin  :D

Kamis, 21 Januari 2016

New Year's Eve 2016

New Year’s Eve 2016. There were a lot of stories in that night. Stories that I would never forget in my whole life. Kind of excited, yes of course. Here I am, in a beautiful Island of Belitong. A bit shame if I didn’t spent it with my friends. So here it is. I’m gonna tell you about my first New Year’s Eve in Belitong.

I had a dinner gathering at my office. Quite fun to have a dinner with a big family, because there were children everywhere. Yelling, running, screaming, we had to endure it all. It was fun to see kids running around everywhere. But, it didn’t last long, they also had to sleep. So, our gathering was ended at 10. Buuut, it was a bit early to sleep at 10 in New Year’s Eve, eh? Haha
That time, I contacted Iqbal asap. We promised to meet up at their boarding house right away. So damn exited to hang out with them. We started our journey with a group of 8. Pipit, Iqbal, Mas Gani, Mas Dede, Irfan aka cimit, Mas Dian, Asda and me.

Tanjung Pandan was so crowded that evening. Such a rare sight because it was usually highway in every road. We didn’t even have a place to park the car. Finally, we end up circling this city for an hour. But we end up getting back to where we start, their boarding house. Disappointed of course, because all I wanted was watching firework. Then Pipit asked Iqbal and Irfan to get out and watch firework. It was almost 12 o’clock. Iqbal went out right away. But Irfan was sullen all the time because he waited us for a long time in Tanjung Pendam beach while we explored this city. He said that he didn’t want to get out anymore. And Pipit was with him to console him in order to make him better. So cute.. haha

Short story, 12 o’clock had come, we were at Bundaran Satam, firework was lit everywhere. So beautiful those fireworks lit in the sky. We took a pic. It was fun. I smiled a lot. Nice thing to remember about my youth. XD


It was 1 o’clock, we were still in the middle of main road in Bundaran Satam. People started to vanish from that place. Suddenly, there were a couple fighting across the road. We watch them yelling at each other but I don’t know why, it was a fun thing to watch. We giggled so hard. Moreover, Irfan suddenly cross the road with Pipit and separated that couple. Such a ridiculous thing to do. I mean, what on earth they were doing. We laughed even more for that ridiculous act.
Still laughing hard, we followed Irfan and Pipit and asked them, why you bothered to separate them. Pipit said, “Dunno, I just followed him because I wanted to see firework more clearly over there, but he ended up approached them. I dunno what to do” She also laughed so hard. Well that’s Irfan. He always did random things. Hahaaha

After that, we sat together at street cafĂ©. We ordered coffee and chat around. Time passed by, it was 2 o’clock already. Firework lit once again. We cheered again. We loved firework. But there was something strange about this. They lit those fireworks uncontrollably. It almost reached pedestrian. Wow, we were so shocked. It was so dangerous. But it didn’t last long. It stopped. For a moment, I thought they stopped to lit that firework. But in fact, they continued. Till finally those fireworks blast on top of our head. Well, at first I kinda happy because I got to see it so near. But the next blast was directed toward us. And it blasted under our table. Wow, it was so scary. I couldn’t react as fast as I could. All we could do was just frozen there, we didn’t have the chance to cover our self.

Mas Dian was so angry at anyone who lit that firework. He would run to them if he didn’t stop by us. His cheek was grazed by it. Of course he would be angry. Anyone would be. It almost hit his eyes. And I knew it because that green shine shone right to me in one line. I’m mentally shocked too. Irfan kept asking me, “Are you okay?” And I said, “Yes, I am”

Smoke everywhere. It could be dangerous. Fortunately it didn’t cause a fatal harm. Only Mas Dian got burnt a bit in his cheek. He was soon taken to hospital with Irfan. Meanwhile, the rest of us went to cop to make a report. But cops were just ignorant. He said it would be difficult to capture who was the one lit that, so he told us to accept it and be gone. We couldn’t just let go, there must be something he should do, that’s what I thought. So we stayed there until 3.20 am, and we received nothing progress. I knew it, cops didn’t want to sweat themselves toward this trivia case.

At 3.20 am Pipit and I went home. I felt bad leaving them actually, but I had to go home. We went home, prayed, and went to sleep. I woke up and it was 9 am. So noon. I looked at Pipit, she was still sleeping. I checked my phone, Mas Dede sent us message, he said thank you for being such a nice friends. No other girls would do the same like us, in another word, he thanked us for being there with them till the end. He sent that at 6 am. They must have gone home at 6, I thought. 

I didn’t ask for permission from my parent before I went here and spend the whole night outside.  One thing I’ve learnt from this accident is, there must be something bad if we didn’t get permission from our parents. I always thought, what if I dead then. What if I died over a firework. What if I get crippled because of that. Gosh, it was scary even to think about. I definitely won’t go out if I haven’t asked permission first from my parents. I didn’t want anything like this happened again. Well, it really was such a long night. And definitely a night to remember.